PERLUASAN PENGERTIAN FORCE MAJEURE DALAM SUATU PERJANJIAN SELAIN DARI KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (CONTOH KASUS PUTUSAN NOMOR: 05/PDT.G/2012/PN.BGR ANTARA SYAHRINI DENGAN KAFE BLUE EYES). Oleh Priscilia Gabriele Sumito

Sumito, Priscilia Gabriele (2016) PERLUASAN PENGERTIAN FORCE MAJEURE DALAM SUATU PERJANJIAN SELAIN DARI KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (CONTOH KASUS PUTUSAN NOMOR: 05/PDT.G/2012/PN.BGR ANTARA SYAHRINI DENGAN KAFE BLUE EYES). Oleh Priscilia Gabriele Sumito. Skripsi thesis, Universitas Tarumanegara.

Full text not available from this repository.

Abstract

Perjanjian dengan perikatan pada umumnya sama namun terdapat perbedaan diantara keduanya, seseorang bebas melakukan perjanjian dengan isi dan bentuk apapun asalkan disepakati oleh keduabelah pihak dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya maka disebut dengan wanprestasi, dan harus memberikan ganti kerugian. Namun dalam hal tidak terduga seorang debitur dapat dibebaskan dari ganti kerugian, apabila berada dalam keadaan memaksa/force majeure. Namun tidak diketahui secara jelas mengenai kategori dari keadaan memaksa itu secara jelas di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga dibutuhkan teori-teori di luar dari KUHPer tersebut untuk meperjelas mengenai keadaan memaksa tersebut. Seperti pada kasus Syahrini dengan Kafe Blue Eyes dimana keadaan memaksa yang dimaksud dalam kasus ini adalah sakit keras yang dialami oleh ayahnya Syahrini sehingga mengakibatkan Syahrini tidak bisa melaksanakan kewajibannya untuk menyanyi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah praktek perluasan pengertian force majeure dalam suatu perjanjian selain dari ketentuan KUHPer? Metode penelitian dalam penulisan ini yaitu metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini bahwa sakit tidak diatur sebagai suatu keadaan memaksa dalam KUHPer namun dapat diperluas dengan melihat teori-teori lain yang ada di luar dari KUHPer sehingga sakitnya ayah Syahrini merupakan kategori dari suatu keadaan memaksa. Kemudian penulis menyimpulkan bahwa keadaan memaksa dapat diperluas dengan menggunakan teori subjektif sehingga Syahrini tidak harus membayar ganti kerugian sehingga sakit ayahnya Syahrini juga termasuk dalam keadaan memaksa karena dalam kasus tersebut yang sakit ialah ayahnya, yang masih memiliki hubungan darah dengan Syahrini sehingga Syahrini tidak memiliki pilihan lain selain membatalkan janjinya yang telah disepakati di dalam perjanjian. (F) Daftar Acuan : 15 (1975-2015) (G) Dosen Pembimbing: Dr. S. Atalim, S.H., M.H. (H) Penulis : Priscilia Gabriele Sumito

Item Type: Thesis (Skripsi)
Uncontrolled Keywords: Wanprestasi, keadaan memaksa/force majeure (E)
Subjects: Skripsi/Tugas Akhir > Fakultas Hukum
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Puskom untar untar
Date Deposited: 05 Jul 2018 04:53
Last Modified: 05 Jul 2018 04:53
URI: http://repository.untar.ac.id/id/eprint/3104

Actions (login required)

View Item View Item