Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Penandatanganan Persetujuan Kredit Fiktif Yang Dilakukan Oleh Bawahan Atas Perintah Atasan / oleh Kartika

KARTIKA, KARTIKA (2011) Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Penandatanganan Persetujuan Kredit Fiktif Yang Dilakukan Oleh Bawahan Atas Perintah Atasan / oleh Kartika. Skripsi thesis, UNIVERSITAS TARUMANAGARA.

Full text not available from this repository.

Abstract

abstrak (A)Nama :Kartika; NIM: 205050116 (B)Judul Skripsi:Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Penandatanganan Persetujuan Kredit Fiktif Yang Dilakukan Oleh Bawahan Atas Perintah Atasan (C)Halaman :vii+113+4 daftar pustaka + lampiran; 2011 (D)Kata Kunci : Pertanggungjawaban pidana, kredit fiktif, perintah atasan (E)Isi : Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Dalam KUHP terdapat alasan-alasan yang mengecualikan dijatuhkannya hukuman atau dalam bahasa Belanda disebut strafuitsluitingsground (penghapus pidana). Dasar penghapus pidana umum terdapat KUHP, antara lain adalah Pasal 44, 48, 49, 50, 51. Pada kasus Putusan Nomor 1306/Pid.B/2010/PN.JKT.PST, Terdakwa I dan Terdakwa II sebagai bawahan diperintah oleh atasan untuk memproses pencarian kredit dianggap telah melakukan suatu tindak pidana. Berdasarkan fakta-fakta di persidangan, perbuatan kedua terdakwa dilakukan atas perintah atasan dan di bawah tekanan serta ancaman. Adapun permasalahannya adalah bagaimana seharusnya pertanggungjawaban terhadap Terdakwa I dan Terdakwa II dalam Perkara Putusan Nomor 1306/Pid.B/2010/PN.Jkt.Pst? Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan didukung wawancara. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa Jaksa Penuntut Umum telah mengabaikan fakta-fakta bahwa perbuatan kedua terdakwa tersebut dilakukan karena keterpaksaan dan di bawah tekanan. Begitu pula Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengabaikan ketentuan yang terkandung dalam Pasal 48 yang menyatakan barang siapa melakukan perbuatan pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana dan Pasal 51 Ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa tiada pemidanaan terhadap tiap-tiap orang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa. Untuk itu, atas perbuatan yang dilakukan oleh kedua terdakwa tersebut karena pengaruh daya paksa, di mana fungsi bathinnya tidak dapat bekerja secara normal karena adanya tekanan-tekanan dari luar, orang itu dapat dimaafkan kesalahannya. Perbuatan tersebut tetap perbuatan melawan hukum, namun patut dimaafkan, karena keadaan memaksa pelaku melakukan perbuatan melawan hukum. Kalaupun perbuatan tersebut dapat dipidana, akan tetapi perbuatan tersebut tidak dapat dipertanggun-jawabkan atas perbuatannya. (F)Daftar acuan : 44 (1945-2011) (G)Dosen Pembimbing : Mety Rahmawati, S.H., M.H. (H) Penulis : Kartika

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: Skripsi/Tugas Akhir > Fakultas Hukum
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Puskom untar untar
Date Deposited: 25 Jul 2018 08:00
Last Modified: 25 Jul 2018 08:00
URI: http://repository.untar.ac.id/id/eprint/5091

Actions (login required)

View Item View Item