Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor : 32 K/Pdt/2007 Tentang Perceraian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Agama Katolik / oleh Heidi

HEIDI, HEIDI (2012) Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor : 32 K/Pdt/2007 Tentang Perceraian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Agama Katolik / oleh Heidi. Skripsi thesis, Universitas Tarumanegara.

Full text not available from this repository.

Abstract

Terdapat kontradiksi antara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan hukum agama Katolik terkait dengan perceraian. Dalam hukum positif dapat diajukan perceraian melalui gugatan pada Pengadilan Negeri setempat, sedangkan dalam hukum agama Katolik tidak diperbolehkan untuk bercerai. Seperti kasus yang diangkat oleh Penulis, larangan cerai dalam hukum agama Katolik dijadikan alasan Tergugat dalam pengajuan eksepsi dan kasasi dalam kasus perceraiannya, namun pada akhirnya Hakim berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 32 K/PDT/2007 menyatakan perkawinan tersebut putus akibat perceraian. Berdasarkan kasus ini, muncul masalah, yaitu apakah Putusan Mahkamah Agung Nomor 32 K/PDT/2007 tersebut telah sesuai dengan ketentuan perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan hukum agama Katolik. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif yang didukung dengan wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Hakim mengabulkan gugatan cerai Penggugat yang diajukan kepadanya dengan pertimbangan upaya perdamaian gagal merekonsiliasi para pihak dan pihak Penggugat sudah tidak memiliki niat dan kehendak untuk melanjutkan perkawinannya lagi. Jika Hakim tidak mengabulkan gugatan cerai tersebut, maka dikhawatirkan akan terjadi hubungan kumpul kebo atau semen leven yang justru akan meresahkan masyarakat. Di sisi lain, putusan cerai yang ditetapkan Pengadilan tersebut tidak diakui oleh gereja Katolik, sehingga gereja masih tetap memandang pasangan Katolik tersebut sebagai pasangan suami isteri yang sah. Oleh karena itu didalam praktek, pasangan Katolik yang telah bercerai bila hendak melangsung perkawinan lagi harus berpindah agama terlebih dahulu. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Hakim dalam memutus cerai pasangan Katolik hanya mempertimbangkan kepastian hukum dan kemanfaatan. Gereja sebaiknya lebih memperhatikan pasangan Katolik pasca menikah yaitu dengan mengadakan seminar-seminar tentang perkawinan dan konseling bagi keluarga Katolik.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Uncontrolled Keywords: Perceraian, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Hukum Agama Katolik.
Subjects: Skripsi/Tugas Akhir > Fakultas Hukum
Divisions: Fakultas Kedokteran > Kedokteran
Depositing User: Puskom untar untar
Date Deposited: 25 Jul 2018 09:32
Last Modified: 25 Jul 2018 09:32
URI: http://repository.untar.ac.id/id/eprint/5152

Actions (login required)

View Item View Item