Pemberatan hukuman bagi Pejabat Publik yang melakukan korupsi : studi putusan nomor 285 K/Pid.Sus/2015 / Kharisa Meity Rachman

Rachman, Kharisa Meity (2016) Pemberatan hukuman bagi Pejabat Publik yang melakukan korupsi : studi putusan nomor 285 K/Pid.Sus/2015 / Kharisa Meity Rachman. Skripsi thesis, Universitas Tarumanegara.

Full text not available from this repository.

Abstract

Kata kunci : Pemberatan hukuman, pejabat publik, korupsi Isi Abstrak: Fenomena korupsi di Indonesia sudah semakin merajalela, berbagai lapisan masyarakat banyak terlibat dalam kasus korupsi termasuk pejabat publik. Untuk memberikan efek jera, pengadilan seringkali menghukum dengan pemberatan hukuman bagi pejabat publik terpidana korupsi oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi. Seperti halnya kasus korupsi yang melibatkan Ratut Atut Chosiyah dalam perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2013. Namun demikian, putusan pemberatan hukuman di tingkat kasasi dinilai menabrak hukum acara pidana di Indonesia. Pasal 253 Ayat (1) KUHAP mengatur hakim di tingkat kasasi hanya berwenang memeriksa penerapan hukum oleh pengadilan di bawahnya. Dengan dengan demikian timbul permasalahan apakah yang mendasari pertimbangan Hakim Agung dalam kasus terpidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik (Studi Putusan Nomor No. 285 K/Pid.Sus/2015)? Metode penelitian yang digunakan adalah suatu penelitian hukum normatif dengan didukung data wawancara. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pertimbangannya Majelis Hakim Kasasi menyatakan bahwa putusan judex facti tidak mempertimbangkan benar-benar mengenai hal-hal relevan yang dilakukan Terdakwa dan kurang mempertimbangkan hal yang memberatkan bagi Terdakwa, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 197 Ayat (1) huruf f KUHAP, sehingga judex juris kemudian memperberat pemidanaan kepada Terdakwa, yaitu pidana penjara menjadi 7 (tujuh) tahun dari 4 (empat) tahun. Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim Kasasi menyatakan bahwa berat atau ringannya hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa adalah wewenang judex facti, akan tetapi secara kasuistis prinsip umum tersebut pernah disimpangi dalam putusan MA No. 47K/Pid/1979 tangal 7 Juni 1982. Kejahatan korupsi oleh Undang-Undang diancam dengan pidana maksimum seumur hidup sehingga dengan kedudukan terdakwa sebagai pemegang kekuasaan publik yang melakukan korupsi politik serta berupaya mempengaruhi putusan hakim Mahkamah Konstitusi dipandang perlu dijatuhi pidana yang setimpal dengan sifat berbahayanya kejahatan tersebut. Dengan demikian putusan yang dijatuhkan harus memadai ditinjau baik dari segi edukatif, preventif, korektif, maupun represif. Agar putusan-putusan yang dihasilkan tidak menabrak hukum acara pidana di Indonesia, maka Hakim Mahkamah Agung hendaknya melihat ketentuan hukum acara yang berlaku.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: Skripsi/Tugas Akhir > Fakultas Hukum
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Puskom untar untar
Date Deposited: 03 Jul 2018 02:46
Last Modified: 03 Jul 2018 02:46
URI: http://repository.untar.ac.id/id/eprint/2514

Actions (login required)

View Item View Item