Studi mengenai kemungkinan pengembangan pengelolaan kawasan sebagai "Business Entity", studi kasus: Kawasan Estate Summarecon Kelapa Gading

Hata, Bucknell Julbidas (2007) Studi mengenai kemungkinan pengembangan pengelolaan kawasan sebagai "Business Entity", studi kasus: Kawasan Estate Summarecon Kelapa Gading. Masters thesis, Universitas Tarumanagara.

[img] Text
ABSTRAK TESIS MTP Bucknell Julbidas Hata.pdf

Download (41kB)

Abstract

Proses Pengelolaan merupakan salah satu tahapan proses dari 2 proses sebelimnya: Perencanaan, dan Pembangunan. (Miles, Mike E.,et al. Real Estate Development, Principles and process, Washington, DC.: ULT-The Urban Land Institute,1991.) Proses pengelolaan (post-construction) memang selalu menjadi masalah klasik bagi para pengembang di Indonesia dan sampai saat ini kenyataan dilapangan proses yang yang dilaksanakan developer hanya proses perencanaan dan proses pembangunan fisik saja kemudian developer melakukan proses penjualan sampai produk propertinya terjual semuanya. Developer kurang memperhatikan proses ketiga yaitu proses pengelolaan kawasan, sehingga sebagian besar developer setelah masa penjualan proses pengelolaan tidak terpikirkan secara terintegrasi dengan proses perencanaan dan proses pembangunan fisik, ini yang menyebabkan permasalahan dip roses pengelolaan. Kondisi yang ada di Summarecon Kelapa Gading secara umum hamper sama dengan pengembang dari kawasan lainnya, dengan asset lahan pengembangan yang makin terbatas, yang juga berarti pembangunan (tahapan konstruksi) yang makin sedikit, maka penjualan produk property dari pengembang juga makin terbatas, yang berarti pendapatan (income) yang makin menipis, sedangkan biaya pengelolaan harus senantiasa di keluarkan pengembang jika belum menyerah-terimakan lahan fasilitas umum dan fasilitas sosialnya kepada Pemda. Biaya pengelolaan ini semakin lama juga semakin besar. Biaya Pengelolaan “yang semakin lama semakin besar” menjadi suatu hal yang musti dicari solusinya demi keberlangsungan hidup dan citra baik developer itu sendiri. Hal yang lebih berat lagi ialah apabila “lahan pengembangan” dari pengembang sudah habis. Darimana lagi bias diperileh biaya pengelolaan itu? Pemikiran tentang “cost-recovery” seharusnya sudah dipikirkan jauh sebelumnya. Selain kurangnya dana untuk operasional pengelolaaan permasalahan lain juga akan timbul dalam pengelolaan seperti pelayanan pengelolaan yang kurang baik dan tidak professional, menurutnya kualitas fasilitas umum social yang ada, menurunnya semua jaringan yang ada dalam kawasan, menurunnya kualitas kawasan, dan akhirnya penurunan citra kawasan dan nilai kawasan sehingga dapat berakibat ditinggalkannya kawasan oleh para penghuni, penyewa, pemilik, pemakai dan pengunjung. Permasalahan-permasalahan yang ada diatas sampai saat ini masih terjadi pada semua pengembang dan belum adanya kerangka legal dan konsep yang bias dipraktekan dan diterapkan secara umum. Para pengembang masih mencari jalan sendiri-sendiri dalam menangani kondisi permasalahan yang ada didalam kawasannya masing-masing. Kerangka Legal juga memegang peranan yang sangat penting dalam aspek “pengelolaan” ini. Paying hokum yang tegas dan adil, akan memudahkan mekanisme kerja “pengelolaan kawasan”. Ironisnya, kerangka legal yang ada di lapangan terlihat tidak tegas. Lalu, langkah perbaikan dalam konteks kerangka legal apa yang bias dilakukan pemerintah untuk mewujudkan “pengelolaan dan pelayanan kawasan”, bahkan “pengelolaan dan pelayanan kota”

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: Tesis
Tesis > Pascasarjana
Divisions: Fakultas Teknik > Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota
Depositing User: Puskom untar untar
Date Deposited: 03 Aug 2018 06:29
Last Modified: 11 May 2021 05:36
URI: http://repository.untar.ac.id/id/eprint/6753

Actions (login required)

View Item View Item